Gus Syaffa: Saatnya Kita Gelorakan 'NU Harga Mati'


 WANASARI — "Hari ini kita tidak begitu senang mendengar berita terkait PBNU. Rasa prihatin muncul karena kecintaan saya terhadap NU. Tentu hal ini sangat beralasan karena NU sebagai ormas besar yang anggotanya ada di mana-mana, tetapi soliditas kita masih belum berbanding lurus dengan kebesaran organisasi NU," ujar Gus Syaffa di hadapan peserta Musyawarah Kerja (Musker) MWC NU Wanasari, Ahad, 21 September 2025.

Menurut Gus Syaffa, hal inilah yang menjadi penilaian pihak berkepentingan untuk memanfaatkan NU demi kepentingan politik pragmatis. "Ibarat mendorong mobil, saat sudah jalan, kemudian ditinggal," tambahnya.

Oleh karena itu, menurut Gus Syaffa, sudah saatnya jargon 'Nahdliyin harga mati' atau 'NU harga mati' mulai digelorakan di mana-mana. Hal ini sangat penting, mengingat ukhuwah nahdliyah (persaudaraan sesama Nahdliyin) dan ukhuwah basyariah (persaudaraan sesama manusia) selama ini hanya sebatas jargon. "Buktinya, terkadang disaat teman sendiri sesama Nahdliyin terperosok, kita tidak sigap memberikan pertolongan. Bahkan yang sangat miris terjadi, malah mem-bully atau malah menginjak," katanya.

Fakta saat ini, lanjut anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah ini, di Jawa Tengah angka santri baru menurun dengan salah satu penyebabnya adalah berita tentang kekerasan dan bullying di lingkungan pesantren yang di-blow up secara sistemik. "Akibatnya orang tua yang akan memondokkan anaknya berpikir seribu kali dan akhirnya memilih lembaga pendidikan di luar pesantren," ujar Gus Syaffa.

"Kita tahu, kalau bicara pesantren mayoritas NU, pengasuhnya NU, dan mengajarkan kitab kuning ala NU, meski ada pesantren yang bukan NU, tetapi hanya sebagian kecil. Upaya mengecilkan pesantren dengan cara-cara sistemik ini menjadi bagian dari merusak NU secara perlahan," lanjut alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri ini.


Kembali tentang NU, Gus Syaffa menyoroti Pileg dan Pilpres 2024. "Salah satu kelemahan kita, Nahdliyin, tidak bisa kompak dan solid pada saat pesta demokrasi. Sehingga kita ibarat buih di tengah lautan yang mudah terombang-ambing. Saya tidak tahu apakah hal ini karena salah menafsirkan makna 'tawasut'. Sehingga bisa ke kanan dan kadang ke kiri. Inilah yang akhirnya mudah dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan harga yang sangat murah."

"Jargon 'NKRI harga mati' sesungguhnya milik semua elemen bangsa Indonesia. Bukan hanya NU, tetapi mereka selain NU juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga NKRI. Oleh karena itu, 'NU harga mati' dan 'Nahdliyin harga mati' akan menjadi kekuatan untuk mewujudkan soliditas dan solidaritas kaum Nahdliyin," tutur Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fattah Tegalgandu, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes.

Di hadapan peserta Musker MWC NU Wanasari, Gus Syaffa mengatakan bahwa apa yang disampaikannya terkait NU adalah karena cintanya kepada NU. Dalam kapasitasnya sebagai politisi PKB, ia tidak bisa dilepaskan dari NU sebagai orang tua yang melahirkan PKB. "Tentu, apa pun bentuknya, kami harus berkhidmat sebagai perwujudan anak yang saleh," pungkasnya.

Musker MWC NU Wanasari yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Fattah Tegalgandu, Kecamatan Wanasari, ini dihadiri oleh Wakil Ketua PCNU Kabupaten Brebes, Kyai Wahidin. Rais Syuriah MWC NU Wanasari, KH Sobarudin, juga hadir bersama dengan Ketua Tanfidziyah, H. Takmuri.

Previous Post Next Post

ظ†ظ…ظˆط°ط¬ ط§ظ„ط§طھطµط§ظ„