Pengasuh Pondok Pesantren Al-Fattah: Mencari Keberkahan di NU dengan Disiplin Berorganisasi


 WANASARI — "Sesungguhnya untuk mencari keberkahan di NU, kita harus melakukan dengan cara yang baik, disiplin dalam berorganisasi, dan meninggalkan perilaku kebohongan. Hal ini tentunya sudah terlatih saat kita di pesantren," ujar Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fattah Tegalgandu, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, KH Musyaffa, Lc.

Beliau menyampaikan hal ini saat memberikan pembekalan kepada seluruh peserta Rapat Kerja (Raker) MWC NU Wanasari pada Ahad, 21 September 2025, yang bertepatan dengan 28 Rabiulawal 1447 H. Gus Syaffa, sapaan akrabnya, menekankan bagaimana seorang santri yang baik, tidak mencuri (ghasab) atau melakukan perbuatan tercela lainnya, dapat tumbuh menjadi kiai yang alim dan memiliki akhlak yang baik dalam berorganisasi.

"Kita turut prihatin dengan kondisi NU saat ini yang sedang diterpa dengan berbagai isu yang mendiskreditkan. Kita membutuhkan kekompakan dan soliditas dalam berorganisasi. Meskipun demikian, jangan sampai besarnya organisasi NU justru dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang memiliki kepentingan pragmatis sehingga tidak memiliki kekuatan yang bermanfaat bagi umat. Inilah yang dulu sering diilustrasikan dengan mendorong mobil mogok, tetapi saat mobil sudah jalan, kita ditinggal," kata Gus Syaffa.

Gus Syaffa juga menggambarkan bahwa kebesaran NU harus memiliki kekuatan tawar-menawar (bargaining) dengan pemerintah. "Hal ini sangat penting agar keberadaan kita tidak seperti buih di tengah lautan yang mudah terombang-ambing. Terlebih menjelang Pemilu dan Pilpres, yang dengan dalih tawazun-nya akhirnya tidak memiliki konsistensi dalam berorganisasi."


"Sebenarnya kita memiliki potensi yang besar, akan tetapi aspek manajerial organisasi kurang mendapatkan perhatian yang serius. Sehingga kita masih kalah dengan mereka yang memiliki anggota tidak sebesar NU tetapi mampu mengelola anggaran secara baik dan masif. Saya pernah bertanya kepada salah seorang Ketua LAZISNU, berapa angka yang diperoleh setiap tahun. Ternyata jawaban beliau sangat memprihatinkan," lanjut alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso ini.

Saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, Gus Syaffa mengatakan bahwa membangun peradaban harus dimulai dari membenahi dan memperbaiki perilaku dalam lingkungan berorganisasi. "Karakter kejujuran, membangun kekompakan, dan kebersamaan akan menjadi kekuatan dalam mewujudkan peradaban besar. Tanpa hal tersebut, maka kemandirian dan komitmen menuju peradaban besar hanya sebatas omong kosong belaka."

"Hari ini sudah saatnya kita meneriakkan 'NU harga mati'. Mengapa demikian, karena kalau urusan 'NKRI harga mati' sudah selesai di kita kaum Nahdliyin, dan sesungguhnya Indonesia bukan hanya NU, meski di Republik Indonesia NU menjadi ormas yang paling besar. Membangun militansi ke-NU-an maka sangat perlu dan sudah saatnya kita gelorakan, 'Nahdliyin dan NU harga mati'. Sehingga ke depan NU tidak hanya sebagai pendorong mobil mogok," tegas Gus Syaffa.


Di hadapan peserta Raker MWC NU Wanasari yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Fattah Tegalgandu, politisi dari PKB ini menegaskan bahwa PKB sebagai anak kandung yang dilahirkan dari rahim NU akan senantiasa menjadi anak yang saleh. "Khidmat dan berbakti kepada NU sudah menjadi kewajiban anak yang saleh, dalam hal ini PKB."

Kegiatan Raker MWC NU yang dirangkai dengan Bahsul Masail ini dihadiri oleh seluruh pengurus Ranting NU se-Kecamatan Wanasari dan perwakilan pondok pesantren di Kabupaten Brebes. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Brebes, Kyai Wahidin, yang memberikan sambutan atas nama PCNU Kabupaten Brebes. Hadir juga Nyai Nafisatul Khoiriyah selaku Pengasuh Pondok Pesantren As-Syamsuriyyah sekaligus anggota DPRD Kabupaten Brebes dari PKB.

Previous Post Next Post

ظ†ظ…ظˆط°ط¬ ط§ظ„ط§طھطµط§ظ„